KILASINFO.COM ■ JAKARTA — Badan Akuntabilitas Publik Dewan Perwakilan Daerah RI menindak-lanjuti pengaduan masyarakat terkait sengketa lahan terutama yang berkaitan dengan Proyek Strategi Nasional (PSN), dengan menghadirkan Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Nusron Wahid dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung DPD RI, Kamis (28/11/24).
Proyek Strategi Nasional yang menjadi pembahasan dalam RDP tersebut yaitu PSN Penyediaan Pangan Nasional/Food Estate di Papua Selatan dan PSN Pariwisata PIK2.
Ketua BAP DPD RI Abdul Hakim mengatakan bahwa BAP DPD RI sangat concern dengan Proyek Strategi Nasional yang memiliki fokus pembangunan proyek-proyek infrastruktur Indonesia yang strategis. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat beberapa hambatan.
“Salah satu hambatan tersebut adalah terkait tata ruang dan lahan, bahkan pembangunan infrastruktur tersebut harus dilaksanakan di atas tanah milik masyarakat hukum adat. Hal ini yang berpotensi menimbulkan konflik agraria antara pemerintah selaku pihak yang mencanangkan pembangunan infrastruktur demi kepentingan umum dengan masyarakat hukum adat selaku pemegang hak ulayat.” jelas Anggota DPD RI dari Provinsi Lampung tersebut.
Wakil Ketua DPD RI Tamsil Linrung yang juga hadir dalam rapat tersebut mengungkap bahwa isu-isu kerusakan lingkungan, ganti rugi dan isu kehilangan kesempatan kerja bagi masyarakat harus segera direspon oleh pemerintah.
“Karena PSN itu harusnya menopang pertumbuhan ekonomi, menopang penganggulangan kemiskinan dan kesempatan kerja. Jangan sampai masyarakat hidupnya jauh dari kesejahteraan karena tanahnya diambil,” tegas Tamsil.
Kepala Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua Republik Indonesia (BP3OKP RI) Perwakilan Provinsi Papua Selatan, Yoseph Yanawo Yolmen menyampaikan bahwa selama ini sosialisasi PSN di Papua Selatan berjalan kurang efektif, karena adanya transisi Pilkada dan terjadi pergantian Pj. Gubernur.
“Kami berharap senator dari Papua Selatan untuk meyakinkan masyarakat disana, agar berjalan dengan lancar, masyarakat mempersoalkan tanah-tanah adat, mana yang boleh dibuka untuk sawah dan mana yang tidak boleh, masyarakat merasa hak mereka tidak dihargai, sehingga perlu ganti rugi yang layak untuk mereka, karena 2 juta hektar akan dijadikan lumbung padi,” urai Yoseph.
Permasalahan masyarakat terkait PSN PIK2 disampaikan oleh Anggota DPD RI dari Provinsi Banten Abdi Sumaithi. Ia menyampaikan bahwa dampak adanya PSN PIK2 ini akan merenggut tiga hingga empat kecamatan yang meliputi dua kabupaten.
“Jika proyek PIK2 ini direalisasikan, maka berpuluh ribu masyarakat harus pindah, kehilangan lahan dan mata pencaharian. Alangkah baiknya paling tidak ditunda,” kata Abdi Sumaithi.
Selain PSN ada juga pengaduan masyarakat dari Komisi Independen Pengurusan Hak-Hak Atas Tanah dan Lahan Terlantar Nusa Tenggara Barat (KIPHTL – NTB) terkait penguasaan fisik bidang tanah yang dimanfaatkan dan dipergunakan sebagai pemukiman, masjid, sekolah, pekuburan dan lahan pertanian dan perkebunan yang disampaikan oleh Anggota DPD RI dari Provinsi NTB TGH. Ibnu Halil.
“HGB milik PT.Lingga berakhir tahun 2012 tidak pernah digarap, sementara tanah tersebut dikuasai oleh Masyarakat. Mohon dapat meninjau langsung ke lokasi,” ujar TGH. Ibnu Halil.
Menanggapi permasalahan lahan tersebut terutama PSN-PIK2, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menjelaskan bahwa area yang masuk dalam PSN hanya 1.755 hektar dimana 1.500 hektar masuk dalam Kawasan Hutan sesuai SK Kepmen LHK No. 398 Tahun 2024.
Selain itu, berdasarkan Perda tentang RTRWP Banten, rencana pengembangan PIK 2 berada di atas Kawasan Transportasi, Kawasan Perikanan, dan Kawasan Pariwisata. Rencana Pengembangan PIK 2 juga berada pada Kawasan Hutan Lindung, Kawasan Permukiman, dan Kawasan Perikanan Budi Daya dalam Perda No. 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang Tahun 2011-2031.
“Karena RTRWnya tidak sesuai, jadi harus disesuaikan terlebih dahulu oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kami akan memberikan masukan terutama dari aspek tanahnya dan tata ruangnya. Kalau memang tanahnya belum dilepaskan hutannya, dan kedua RTRWnya tidak sesuai, maka harus direvisi dulu dan ada surat rekomendasi dari Kementerian ATR/BPN,” jelas Nusron.
Sementara itu terkait permasalahan PSN Food Estate Papua Selatan dan permasalahan dari NTB, Kementerian ATR/BPN akan meninjau status lahan di kedua lokasi tersebut.
“Soal Papua, pertama masalah tata ruangnya dari hutan ke sawah dan kedua pelepasan dan penetapan hak guna, hak atas tanah. Syarat untuk menetapkan HPL/HGU adalah clear and clean dengan kehutanan. Kedua, kalau itu menyangkut tanah adat, selama masuk ke peta adat, harus mendapatkan pelepasan adat dari masyarakat setempat,” terang Nusron. (*)